BUDAYA MODERN,CIRI-CIRI DAN
PERBEDAAN BUDAYA BARAT-MODERN
(Tugas
Mata Kuliah Umum Ilmu Sosial dan Budaya)
Oleh
Trian Hermawan
1013022060
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
BANDAR
LAMPUNG
2011
PEMBAHASAN
A. Budaya Modern
1.
Pengertian
Kebudayaan
Kebudayaan atau yang
disebut peradapan adalah pemahaman yang
meliputi pengetahuan, kepercayaan , seni, moral, hukum, adat istiadat yang
diperoleh dari anggota masyarakat (Taylor 1997). Pendapat umum, kebudayaan
adalah sesuatu yang baik dan berharga dalam kehidupan masyarakat. (Bakker
1984).
Pola tingkah laku
mantap yaitu pikiran, perasaan, dan reaksi yang diperoleh dan terutama
diwujudkan oleh simbol-simbol pada
pencapaian tersendiri dari kelompok manusia yang bersifat universal (Kroeber
& Klukhon 1950).
Kebudayaan berasal
dari bahasa sansekerta “budayah / bodhi”
yang berarti budi akal atau segala sesuatu yang berkaitan dengan
akal. Budaya dapat dipisahkan sebagai
kata majemuk Budi & Daya yang berupa : cipta , rasa, karsa, karya
(Kuncoroningrat 1980)
2.
Kebudayaan
Modern
a.
Kebudayaan
Teknologi Modern
Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat
Modern dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern merupakan
anak Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan Teknologis Modern jelas
sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat, anak itu sudah menjadi dewasa
dan sekarang memperoleh semakin banyak masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.
Kebudayaan Tekonologis Modern
merupakan sesuatu yang kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula
penilaian-penilaian hitam putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan
pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan teknologi,
melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasil-hasil sains dan
teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi, sarana mobilitas fisik dan
angkutan, segala macam peralatan rumah tangga serta persenjataan modern. Hampir
semua produk kebutuhan hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern
dalam pembuatannya.
Kebudayaan Teknologis Modern itu
kontradiktif. Dalam arti tertentu dia bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau
tidak. Pemakaiannya tidak mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan. Seorang
Sekularis dan Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam
Fundamentalis, bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau
memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan mereka
masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok bersifat instumental.
b.
Kebudayaan
Modern Tiruan
Dari kebudayaan Teknologis Modern
perlu dibedakan sesuatu yang mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan.
Kebudayaan Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya
mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi sebenarnya
hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja, misalnya kebudayaan
lapangan terbang internasional, kebudayaan supermarket (mall), dan kebudayaan
Kentucky Fried Chicken (KFC).
Di lapangan terbang internasional
orang dikelilingi oleh hasil teknologi tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan:
tangga berjalan, duty free shop dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng
dan modern, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin
pesawat terbang; semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama, tak ada
hubungan batin.
Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari
ilusi, bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia
menjadi manusia modern. Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu
apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong karena
kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan kita, pilihan
pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin dimanipulasi, semakin kita tidak
memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan
tiruan, blasteran.
Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini
adalah Konsumerisme: orang ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau
ingin menikmati apa yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri. Kebudayaan
Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan kemampuan untuk menikmati
sesuatu dengan sungguh-sungguh. Konsumerisme berarti kita ingin memiliki
sesuatu, akan tetapi kita semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di
KFC bukan karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food
dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.
3.
Tantangan
Masyarakat terhadap Kebudayaan Modern
a.
Kebudayaan
Modern Tiruan
Tantangan yang sungguh-sungguh
mengancam kita adalah Kebudayaan Modern Tiruan. Dia mengancam justru karena
tidak sejati, tidak substansial. Yang ditawarkan adalah semu. Kebudayaan itu
membuat kita menjadi manusia plastik, manusia tanpa kepribadian, manusia
terasing, manusia kosong, manusia latah.
Kebudayaan Blasteran Modern bagaikan
drakula: ia mentereng, mempunyai daya tarik luar biasa, ia lama kelamaan
meyedot pandangan asli kita tentang nilai, tentang dasar harga diri, tentang
status. Ia menawarkan kemewahan-kemewahan yang dulu bahkan tidak dapat kita
impikan. Ia menjanjikan kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita mau
berhenti berpikir sendiri, berhenti membuat kita kehilangan penilaian kita
sendiri. Akhirnya kita kehabisan darah , kehabisan identitas. Kebudayaan modern
tiruan membuat kita lepas dari kebudayaan tradisional kita sendiri, sekaligus
juga tidak menyentuh kebudayaan teknologis modern sungguhan (Suseno;1992)
b.
Masalah
Sandang, Pangan, dan Papan
Ki Hajar Dewantara
mengatakan bahwa, budaya adalah perjuangan manusia dalam mengatasi masalah alam
dan zaman. Permasalahan yang paling mendasar bagi manusia adalah masalah makan,
pakaian dan perumahan. Ketika orang kekurangan gizi bagaimana ia akan mendapat
orang yang cerdas. Ketika kebutuhan pokok saja tidak terpenuhi bagaimana orang
akan berpikir maju dan menciptakan teknologi yang hebat. Jangankan untuk itu,
permasalahan pemenuhan kebutuhan kita sangat mempengaruhi pola hubungan di
antara manusia. Orang rela mencuri bahkan membunuh agar ia bisa makan sesuap
nasi. Sehingga, kelalaian dalam hal ini bukan hanya berdampak pada kemiskinan,
kelaparan, kematian, akan tetapi akan berpengaruh dalam tatanan budaya-sosial
masyarakat.
c.
Masalah
Pendidikan
Pendidikan masih
menjadi permasalahan yang menjadi perhatian serius jika bangsa ini ingin
dipandang dalam percaturan dunia. Ada fenomena yang menarik terkait dengan hal
ini, yaitu mengenai kolaborasi kebudayaan dengan pendidikan, dalam artian
bagaimana sistem pendidikan yang ada mengintrinsikkan kebudayaan di dalamnya.
Dimana ada suatu kebudayaan yang menjadi spirit dari sistem pendidikan yang
kita terapkan.
d.
Mengejar
Kemajuan IPTEK
Problem ini beranjak
ketika kita sampai saat ini masih menjadi konsumen atas produk-produk teknologi
dari negara luar. Situasi keilmiahan kita belum berkembang dengan baik dan
belum didukung oleh iklim yang kondusif bagi para ilmuan untuk melakukan
penelitian dan penciptaan produk-produk, teknologi baru. Jika kita tetap
mengandalkan impor produk dari luar negeri, maka kita akan terus terbelakang.
Oleh karena itu, hal ini tantangan bagi kita untuk mengejar ketertinggalan
iptek dari negara-negara maju.
e.
Kondisi
Alam Global
Beberapa waktu yang
lalu di halaman depan harian Kompas tanggal 12 April 2007, ada berita menarik
mengenai keadaan bumi hari ini, ’Pemanasan Global, Jutaan Orang akan Teracam”.
Pemanasan global akan memberi dampak negatif yang nyata bagi kehidupan ratusan
juta warga di dunia. Demikianlah antara lain isi laporan kedua PBB yang sudah
dipublikasikan tahun 2007. Laporan pertama berisikan bukti ilmiah perubahan
iklim, sedangkan laporan ketiga akan membeberkan tindakan untuk
menanganinya.Salah satu dampak pemanasan global adalah meningkatnya suhu
permukaan bumi sepanjang lima tahun mendatang. Hal itu akan mengakibatkan
gunung es di Amerika Latin mencair. Dampak lanjutannya adalah kegagalan panen,
yang hingga tahun 2050 mengakibatkan 130 juta penduduk dunia, terutama di Asia,
kelaparan. Pertanian gandum di Afrika juga akan mengalami hal yang sama.Asia
menjadi bagian dari bumi yang akan paling parah. Perubahan iklim yang tak terdeteksi
akan menjadi bencana lingkungan dan ekonomi, dan buntutnya adalah tragedi
kemanusiaan. Laporan itu mengingatkan, setiap kenaikan suhu udara 2 derajat
celsius, antara lain akan menurunkan produksi pertanian di Cina dan Bangladesh
hingga 30 persen hingga 2050. Kelangkaan air meningkat di India seiring dengan
menurunya lapisan es di Pegunungan Himalaya. Sekitar 100 juta warga pesisir di
Asia pemukimannya tergenang karena peningkatan permukaan laut setinggi antara 1
milimeter hingga 3 milimeter setiap tahun. Saat ini, pemanasan global sudah
terasa dengan terjadinya kematian dan punahnya spesies di Afrika dan Asia.
4.
Dampak
Negatif Budaya Modern
a. Penyalahgunaan
media teknologi sebagai sarana pencarian hal-hal yang tidak ada hubungannya
dengan ilmu pengetahuan.
b. Timbulnya
praktek-peraktek curang dalam dunia kerja seperti korupsi, kolusi dan
nepotisme.
c. Pengaruh
Sekularisasi, yaitu sebuah proses pemisahan institusi-institusi dan
simbol-simbol politis dari initusi-institusi dan simbol-simbol religius.
Kebijakan-kebijakan Negara yang mengatur sebuah masyarakat tidak lagi
didasarkan pada norma-norma agama, melainkan pada asas-asas non-religius,
seperti: etika dan pragmatisme politik.
d. Pengaruh
pluralisme, yaitu sebuah pandangan yang beroperasi di dalam kebudayaan dalam
bentuk sikap-sikap yang menerima kemajemukan orientasi-orientasi nilai di dalam
masyarakat modern. Dasar pluralisme adalah the fact of plurality, yakni suatu
kenyataan bahwa jika sebuah masyarakat mengalami modernisasi, masyarakat itu
mengalami pluralisasi nilai di dalam dirinya. Pluralitas tidak serta merta
memunculkan pluralisme, karena tidak semua orang setuju pluralitas.
e. Akibat
liberalisme.
B. Ciri-ciri Budaya Modern
1.
Jati
diri sebagai seorang individu, kemandirian, penghormatan berdasarkan
kepribadian orang.
2.
Entah
benda atau bantuan dibayar langsung sesuai dengan harganya, entah benda atau
bantuan diberi secara gratis (sebagai tanda solidaritas
3.
Pemikiran (world view) linier
(ada perkembangan), dinamika sosial, progresif, orang bebas menyuarakan
aspirasi, semua dapat didebatkan, dipersoalkan.
4.
Kedudukan berdasarkan ketrampilan, kebijaksanaan, pengetahuan (achieved
status).
5.
Kesetaraan sosial-politik (semua warga negara
mempunyai hak dan kewajiban yang sama) dan gender. Kepemimpinan
demokratis. Kesempatan yang adil.
6.
kritis
terhadap diri sendiri dan orang lain, tanpa membedakan antara ‘kami’ dan
‘mereka’; tidak ada solidaritas (atau nepotisme) secara otomatis terhadap
kelompok sendiri, norma dan nilai diterapkan kepada semua orang
7.
Pemikiran
analitis dan kritis. Pemisahan agama, faktor sosial, hukum, politik, ekonomi.
Desakralisasi (atau sekularisasi), ilmu pengetahuan memerintah.
8.
Alam dide-sakralkan, Allah dan alam terpisah, alam dan pertanian
dipeliharakan berdasarkan ilmu pengetahuan
9.
Kausalitas (sebab-akibat) dijelaskan melalui ilmu pengetahuan (sejauh
mungkin); berkat dan hukuman Tuhan tidak disamakan dengan sukses dan kegagalan;
kepercayaan pada kedaulatan Tuhan.
10.
Budaya rasa bersalah atau guilt
culture (soal antara saya dan Tuhan, saya dan sesama manusia), kehidupan
batiniah mengendalikan kehidupan lahiriah.
C. Perbedaan Budaya Modern dengan Budaya Barat
1.
Budaya Barat
Budaya
Barat menekankan analisis pengetahuan yang kritis dengan mencari unsur sebab
akibat dan membangun argumentasi-argumentasi. Hal ini dikarenakan kodrat
manusia diletakkan pada akal budinya. Unsur rasionalitas amat ditekankan
seperti terlihat pada konsep anima rationale (makhluk berakal budi) dari
Aristoteles atau motto cogito ergo sung (aku berpikir, maka aku ada) dari
Descartes. Puncak rasionalitas dalam sejarah filsafat Barat terletak pada Hegel
dengan filsafatnya yang mengatakan bahwa yang nyata adalah rasional dan yang
rasional adalah nyata. Maka orang Barat sibuk dengan usaha-usaha
mengabstraksikan pengetahuan secara simbolis. Bahkan sekarang muncul begitu
banyak pengetahuan-pengetahuan spesialis, yang membuat orang semakin terkotak
dalam spesialisasinya sendiri.
Era
globalisasi merupakan saat yang tepat untuk berbagi kebudayaan. Di zaman
semodern ini, komunikasi antar negara bukanlah sesuatu yang mustahil. Dengan
teknologi yang semakin canggih, slogan “dunia dalam genggaman” tak ubahnya
seperti mimpi masa lalu yang sekarang telah terwujud. Meskipun terpisah jarak
beribu-ribu kilometer, komunikasi dapat dilakukan dalam kecepatan
sepermilidetik kapanpun dimanapun oleh siapapun. Sebagai bangsa yang menjadi
“penguasa” teknologi itulah, bangsa barat menjadi bangsa yang disegani oleh
bangsa-bangsa lain di dunia. Alhasil, bangsa barat menjadi kiblat kemajuan
teknologi dan bangsa-bangsa lain selalu berkaca pada dunia barat, termasuk
Indonesia. Tapi ternyata tak hanya teknologi saja yang kita adopsi, perlahan-lahan
budaya barat juga mulai mendominasi kehidupan masyarakat Indonesia. Inilah yang
disebut dengan westernisasi.
Westernisasi
adalah suatu perbuatan seseorang yang mulai kehilangan nasionalismenya, yang
meniru atau melakukan aktivitas yang bersifat kebarat-baratan (budaya orang
barat). Westernisasi bak wabah yang siap menerjang kapan saja jika kita tak
lagi menghargai budaya sendiri. Dari pandangan sosiologi, westernisasi ini bisa
menimublkan dampak negatif terhadap suatu budaya apabila proses penyerapan kebudayaannya
terlalu berlebihan dengan tidak memperhatikan aspek-aspek dari budaya lokal itu
sendiri. Ironisnya, hal ini mulai tampak di Indonesia, hegemoni westernisasi
telah melahirkan suatu konsepsi pada kalangan remaja terutama bahwa kalau mau
gaul harus berpakaian atau meniru gaya orang-orang barat. Di sisi lain, hal ini
menyebabkan lunturnya jiwa-jiwa nasionalis dan cinta produk dalam negeri. Dan
ketika budaya kita diklaim oleh “tetangga dekat”, yang bisa dilakukan hanya
mencaci dan mencemooh mereka. Padahal kalau kita mau berkaca, kita sendirilah
yang telah menelantarkan kekayaan bangsa ini. Sehingga sedikit aneh apabila
kita menjuluki mereka “maling”, padahal kita sendiri telah “membuangnya”.
2.
Budaya Modern
Proses
akulturasi di Negara-negara berkembang tampaknya beralir secara simpang siur,
dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot, tersesat dalam
ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk yang lurus: ”the
things of humanity all humanity enjoys”. Terdapatlah arus pokok yang dengan
spontan menerima unsur-unsur kebudayaan internasional yang jelas menguntungkan
secara positif.
Akan tetapi
pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap kali timbul reaksi, karena
kategori berpikir belum mendamaikan diri dengan suasana baru atau penataran
asing. Taraf-taraf akulturasi dengan kebudayaan Barat pada permulaan masih
dapat diperbedakan, kemudian menjadi overlapping satu kepada yang lain sampai
pluralitas, taraf, tingkat dan aliran timbul yang serentak. Kebudayaan Barat
mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin lama makin luas lagi
dalam (Bakker; 1984).
Moderniasasi
mengarah kepada mengubah cara berpikir tradisional dan irrasional menjadi cara
berpikir rasional, efisiensi,dan praktis.
Westernisasi
mengarah kepada proses identifikasi dan imitasi budaya barat. Globalisasi
merupakan peningkatan saling ketergantungan antar Negara di dunia, bahwa tidak
ada Negara yang mampu hidup sendiri tanpa bantuan Negaralain.Pembangunan adalah
suatu perubahan yang sengaja dilakukan denagnperencanaan yang matang untuk
membangun Negara ke dalam kondisi yang lebih maju.
Orang
Indonesia yang mengadaptasi gaya hidup kebarat-baratan seperti (suka
minum-minuman keras, freeseks, senang hura-hura) itulah yang disebut condong ke
arah Westernisasi. Orang seperti itu belum tentu modern dalam mentalitasnya,
mungkin sesekali mereka itu masih bergaya feodal, tidak disiplin, tidak
bermutu, karya-karyanya, dan jumlah anaknya pun masih banyak. Cara hidup
kebarat-baratan sperti konsumerisme juga bukan tindakan yang rasional untuk
ditiru, karena berefek pada pemborosan dan semakin memuncaknya tagiahan kartu
kredit.
Dalam
melakukan Modernisasi tidak perlu dengan Westernisasi. Hidup modern dengan
menggunakan unsur-usur budaya Barat seperti ilmu dan teknologi itu tidak
berarti bahwa kita melakukan Westernisasi, tetapi dalam rangka transformasi
ilmu dan teknologi.
Globalisasi
merupakan suatu media penyebaran budaya, tidak hanya penyebaran westernisasi,
dan modernisasi saja, tetapi juga budaya-budaya lain yang tidak harus berasal
dari Negara barat. Contohnya dengan adanya islamisasi, islamisasi di Indonesia
berkembang sangat cepat karena adanya globalisasi. Cara berpikir islam pun
tidak hanya mengutamakan rasional saja, tetapi juga sangat memperhatikan unsure
irrasional, bahwa ada kekuatan lain yang lebih tinggi dari manusia yang
mengatur alam semesta ini. Cara berpikir modern yang rasional tidak mampu
menggambarkan adanya kenyataan tersebut.
Pembanguan
juga berbeda dari modernisasi, westernisasi, dan globalisasi, letak perbedaan
tersebut sangat mencolok. Bahwa pembangunan di Indonesia berdasar ideologi
pancasila, yang diadakan untuk kepentingan rakyat, tidak seperti modernisasi,
westernisasi, dan globalisasi yang lebih mengarah pada pembangunan bersifat
neoliberal.
Dengan
demikian jelas bahwa modernisasi, westernisasi, globalisasi dan pembangunan
memiliki perbedaan.
1 komentar:
Tulis komentarGk jelas bat dah masa nanya apa jawabannya apa (Andin)
Reply